okesharezone - Mengelola Anggaran Daerah Terbesar Di Indonesia | Sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis di Indonesia, wajar jika DKI Jakarta memiliki catatan laju perekonomian yang tinggi. Sebagai ibukota negara dengan kapasitas ekonomi yang besar, tidak heran jika DKI Jakarta memiliki anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang paling besar di antara daerah-daerah lain di Indonesia.
Pertarungan memperebutkan kursi pemimpin DKI Jakarta memiliki gengsi yang tinggi. Sebab, calon gubernur DKI Jakarta tidak hanya akan memimpin ibukota saja, tapi juga mengendalikan pengelolaan anggaran daerah yang sangat besar. Tahun ini saja, nilainya sekitar Rp 36 triliun.
Pengelolaan anggaran daerah memang tengah menjadi sorotan. Terutama setelah banyak kasus penyimpangan dan penyelewengan anggaran daerah. Tidak heran jika salah satu hantu bagi kepala daerah adalah pengelolaan anggaran daerah yang tidak tepat guna. Terlebih, jika postur anggaran sangat besar.
Pengelolaan anggaran daerah DKI Jakarta juga menarik ditelurusi. Terlebih, salah satu pasangan calon gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo melontarkan pernyataan yang cukup mengejutkan. Langkah awal yang akan dilakukan Jokowi jika resmi dipercaya menduduki kursi DKI-1 adalah membenahi pengelolaan APBD DKI dan birokrasinya. Apa yang membuat Jokowi tertarik dengan pembenahan pengelolaan APBD Jakarta?
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) melihat penggunaan APBD Jakarta dinilai belum produktif dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk maupun pembangunan kota. Koordinator investigasi dan advokasi Fitra Ucok Sky Khadafi, mengungkapkan, pemerintah provinsi DKI Jakarta belum sepenuhnya menerapkan transparansi dalam penggunaan dana APBD.
Hal ini, yang membuat masyarakat bertanya-tanya. Dengan uang sebesar tersebut seharusnya membuat pemerintah daerah mampu mengatasi permasalahan yang menyandera Jakarta selama ini. "Pengelolaan anggaran selama ini masih tertutup. Hal itu sangat disayangkan," ujarnya saat dihubungi merdeka.com di Jakarta, Rabu (11/7).
Menurutnya, dengan anggaran daerah yang besar tersebut, idealnya dapat berkontribusi meningkatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis pada penduduk Jakarta. Sayang penduduk miskin belum mendapatkan ini sebagai jalan keluar permasalahannya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah penduduk miskin per Maret 2012 mencapai 363,20 ribu penduduk atau 3,69 persen dari total penduduk Jakarta. Angka ini hanya berubah sedikit dari tahun lalu dimana penduduk miskin mencapai 363,42 ribu penduduk atau 3,75 persen.
Kenyataan tersebut menempatkan Jakarta di posisi 31 dari 94 provinsi di Indonesia dengan tingkat kemiskinan tertinggi. Salah satu penyebab masih terdapatnya penduduk miskin karena pelayanan kesehatan gratis yang rendah.
Siapapun figur gubernur DKI Jakarta yang terpilih memimpin Jakarta selama periode lima tahun ke depan, mempunyai pekerjaan rumah untuk membereskan ini. Pengelolaan anggaran dalam memajukan tiap daerah menjadi harga mati untuk diimplementasi.
Salah satu pengelolaan anggaran yang tidak tepat guna bisa dilihat dari proyek transportasi massal yang menguras anggaran besar tapi tak kunjung terealisasi. Menurutnya, proyek Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta yang menyerap dana APBD cukup besar harus dihentikan. Pihaknya menuding proyek ini hanya langkah 'cari duit' beberapa pihak saja.
Proyek yang diyakini mampu mengurai masalah kemacetan Jakarta tidak akan bekerja efektif. Sebab, kemacetan Jakarta berasal dari penduduk di kawasan satelit Jakarta yang memasuki kota. "Solusi seharusnya bagaimana pemda DKI dapat membuat transportasi langsung dari daerah ke pusat kota," katanya.
Direktur eksekutif komite pemantau pelaksanaan otonomi daerah (KPPOD) Agung Pambagio menuturkan, kondisi ibukota dengan berbagai persoalan kualitas infrastruktur yang masih memprihatinkan, memberikan gambaran pengelolaan anggaran daerah yang tidak maksimal. "Pengelolaan banjir, macet, sampai sekarang tidak selesai. Itu bisa dijadikan indikator," kata Agung.
Idealnya, kata dia, dengan porsi anggaran daerah yang sangat besar, bisa dimanfaatkan untuk belanja produktif yang mendukung kemajuan ibukota. Semisal pembangunan infrastruktur yang sangat dibutuhkan untuk mengurai kemacetan yang menjadi problem masyarakat. "Ya bisa digunakan infrastruktur macam-macam, jalan bisa, sumber air bersih, transportasi, dan lain-lain," ucapnya.
Pengelolaan anggaran daerah harus selalu dibenahi dan ditingkatkan. Pemerintah pusat melalui Kemendagri dan Kementerian Keuangan telah menginstruksikan pemerintah daerah memperhatikan pengelolaan dan kualitas anggaran daerah. Upaya ini dilakukan setelah postur APBD juga telah mendapat sorotan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menerima laporan mengenai pemborosan anggaran belanja di daerah yang lebih banyak digunakan untuk pembangunan gedung dan gaji PNS.
Saat menyampaikan nota keuangan RAPBN 2012, SBY mengungkapkan, sejak pelaksanaan otonomi daerah 1999 hingga saat ini, terdapat 205 daerah pemekaran baru yang berimplikasi terhadap sisi fiskal. Alokasi anggaran yang sesungguhnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat justru digunakan tidak tepat guna.
"Saya instruksikan kepada gubernur, bupati, dan wali kota agar memperbaiki postur APBD dengan benar-benar mengkampanyekan kesejahteraan masyarakat sebagai prioritas utama, baik dalam perencanaan dan pelaksanaannya, maupun dalam pengelolaan keuangan negara," pesan SBY saat itu.
[m/merdeka.com\okesharezone]