(Foto: Foke - Jokowi, by: Renatha)
okesharezone - Ketika Jokowi dan Foke Berebut "Kampung Besar" | Hasil quick count atau hasil cepat yang dilakukan oleh sejumlah lembaga survei menghasilkan Pilgub DKI harus digelar dua putaran. Sebab, tak ada pasangan calon yang memperoleh perolehan suara di atas 50 persen lebih.
Berdasarkan hasil hitung cepat tersebut, pasangan Jokowi-Ahok dan pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli masuk ke putaran kedua Pilgub DKI. Sementara, empat pasangan cagub-cawagub DKI lainnya harus rela 'pulang kampung.'
Kedua pasangan itu akan kembali bertarung di putaran kedua untuk memperebutkan kursi orang nomor satu di Jakarta pada 20 September mendatang. Sejak mendeklarasikan maju di Pilgub DKI, enam pasang calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI terus melakukan manuver. Mereka bahkan rela menghabiskan uang miliaran rupiah untuk berkampanye.
Hal itu dilakukan semata-mata agar terpilih menjadi pemimpin di kota tua bernama Jakarta. Sebagai ibu kota negara, Jakarta memang memiliki magnet yang lebih kuat ketimbang daerah lain.
Jutaan orang yang berasal dari berbagai daerah setiap harinya berlalu lalang mencari rezeki di kota yang pada era kolonial bernama Batavia. Hal ini tak hanya terjadi saat ini saja.
Dulu, saat masih dikuasai oleh kerajaan Hindu, Sunda Kelapa menjadi salah satu titik perdagangan Kerajaan Sunda. Setiap harinya Sunda Kelapa ramai dikunjungi orang untuk berniaga.
Kondisi itu terus terpelihara sampai tentara kerajaan Demak yang saat itu dipimpin Fatahillah menguasai Sunda Kelapa dan mengubah namanya menjadi Jayakarta. Namun, nama Jayakarta diubah menjadi Batavia saat VOC Belanda berhasil merebutnya pada 1619.
VOC kemudian mengendalikan perdagangan, kekuasaan militer dan politiknya di wilayah nusantara melalui kota pelabuhan bernama Batavia itu. Saat itu, Gubernur Jenderal VOC pertama, Pieter Both, lebih memilih Batavia sebagai basis administrasi dan perdagangan VOC ketimbang Banten.
Belanda kemudian membangun Batavia dari sebuah pelabuhan menjadi sebuah kota yang kemudian dihuni oleh masyarakat. Di bawah Belanda, Batavia tumbuh menjadi sebuah kota dengan sejumlah kelengkapannya.
Bangunan besar seperti hotel, pasar dan kanal-kanal penghalau banjir dibangun oleh Belanda. Nama Batavia kemudian berubah menjadi Jakarta saat Jepang masuk menduduki Indonesia pada 1942.
Setelah Indonesia merdeka, Jakarta kemudian menjadi ibu kota negara. Pembangunan yang kurang merata yang berdasarkan pada sentarilisasi di zaman Orde Baru berakibat pada meledaknya jumlah penduduk Jakarta.
Setiap tahunnya jumlah penduduk Jakarta bertambah akibat para pengadu nasib yang datang dari berbagai daerah. Selain ledakan penduduk, kondisi Jakarta pun semakin semrawut. Tata kota yang tidak baik berakibat pada timbulnya bencana.
Banjir merupakan bencana yang harus dihadapi warga tiap hujan turun. Belum lagi kendala macet, polusi, kejahatan dan segudang masalah lainnya. Lantas yang menjadi pertanyaan kita, apakah cagub - cawagub terpilih kelak memperbaiki Jakarta?
Semoga Jakarta bisa seperti yang kita harapkan :)
{jkt/renatha_okesharezone]